Halo
halo, jumpa lagi. Saya sedang ngga ada ide buat nulis lagi, jadi terpaksanya ya
saya hanya berbagi cerpen saja dikesempatan posting kali ini hehe.
Jadi
ceritanya tadi sore iseng iseng—sebenarnya ada sedikit kesengajaan—saya memberanikan
diri membuka Facebook lama saya lagi. Yah sekedar membersihkan sarang laba-laba
dan berbagai macam debu yang sudah menggunung. Iseng buka-buka notes saya, dan
menemukan sebuah cerpen yang entah siapa penulisnya, darimana saya
mendapatkannya.. tetapi sepertinya saya salin dari sini.. sepertinya lho. Nah, di bawah ini adalah cerpen tersebut. Judulnya adalah Pilihanmu. Isinya...
cukup panjang. Silahkan baca sendiri... dan simpulkan sendiri :D
Selamat
membaca...
***
Anna
merasakan tubuhnya perlahan-lahan melayang. Jauh... jauh... tinggi...
hilang...? Tidak.
Bangun,
stupid.
Ia membuka
matanya. Lambat-lambat. Pelan... pelan...
Aduh,
silaunya cahaya lampu sialan itu. Shit!
Kepalanya
terasa kosong. Kosong? Tunggu, bukan. Kepalanya terasa... ringan...
Ringan,
sayang
Dengan
sayapmu aku terbang ke awan
Kutatap
langit biru di atas
Dan kuhirup
udara segar di dada
Kunikmati
Kebahagiaanku
yang hanya sesaat
Dijatuhkannya
kepalanya ke belakang. Anna berbaring diam-diam. Seakan tiap gerakan akan
meruntuhkan tubuhnya.
Seperti
inikah rasanya mati?
Hampa...?
Ia
tersenyum. Senyum yang kosong. Bagaikan jiwanya sekarang. Sesuatu mulai mengisi
dirinya perlahan. Lambat. Begitu lambat. Selambat aliran darahnya yang
seakan-akan hanya merayap memenuhi pembuluh. Seakan hanya formalitas saja,
hanya status, bahwa dia masih hidup.
Apa hanya
sebegini saja hidupku?
Bila kulihat
ke segala arah dan kucari kebahagiaan,
Yang nampak
hanya kesulitan, kekosongan, dan rasa bersalah.
Tak terasa
air mata mulai menetes di pipinya. Pikirannya yang capai mengembara, hanya
mencari dan tidak menemukan. Menciptakan bayangan.
Iya, benar
ya?
Hanya
masalah saja isinya hidupku.
Begitu berat
rasanya bebanku.
Ketika
kutoleh dan mencari sumber kekuatanku
Hanya
kutemukan kehampaan.
Apa hanya
sebegini saja hidupku?
Ibunya
sedang pergi. Entah kemana, ada urusan sama keluarga besar di kampung katanya.
Oomnya yang norak itu ribut soal warisan. Dan terpaksalah Ibunya Anna yang
turun tangan lagi. Meninggalkan keluarganya sendiri yang masalahnya sebenarnya
tidak kalah besarnya.
Tadi sore
Ayah juga pergi kok. Dinas, katanya. Anna telan saja bulat-bulat alasan itu.
Terserah ayahnya kok mau pergi kemana. Minta ijin Anna saja tidak perlu.
Ayahnya kan sudah dewasa. Tahu apa yang terbaik untuknya sendiri.
Pembantunya.
Hhhh... tidak usah dibahas, dia sebagian besar hanya perwujudan kemalasan dan
kebodohan. Potret bangsa Indonesia. Melihat dia setiap hari rasanya membuat
Anna ingin pasang kacamata kuda saja. Mau memberitahu Ayah dan Ibu soal ini
juga, tidak mungkin. Orangtuanya saja tidak mau berbicara satu sama lain.
Adiknya.
Sudah tiga hari pulangnya malam terus. Hus, tapi jangan berpikir yang
macam-macam dulu. Adik hanya ke sekolah kok, kak. Adik hanya mengurus ekskul.
Iya, ekskul adik Minggu ini ada simulasi, pertandingan se-Jakarta Selatan.
Dan jadilah,
teman ngobrolnya yang paling setia itu sudah 4 hari tidak mengucapkan satu kata
pun padanya. Ketemu saja sudah untung, kalau pagi Anna berangkat sekolah dia
hanya bisa melihat adiknya yang tidur lelap – baru bangun nanti jam 9 pagi –
dan menyimpan segala keinginan untuk berbagi cerita.
Ringo.
Huff... untuk yang satu ini Anna perlu menghela napas lagi. Ringo jadi aneh
belakangan ini. Dia jadi sering tertawa sendiri tanpa sebab dan jadi rajin
sekali sekolah. Dia menyimpan rahasia dan membuat kesan seakan menutup-nutupi
sesuatu. Sebenarnya tidak perlu. Anna tahu. Ringo sedang jatuh cinta.
“Gue
ditelpon cewek, dong...”
“Ah...”
“Hehe... Kalau
nanya daftar pelajaran, itu basa-basi bukan sih, Na?”
“Hmm...? Iya,
mungkin. Tjieee... yang ditelpon... suitt suitt...”
“Anna,
jangan ngomong gitu! Ge-er nih! Hahahaa...”
Tahukah kau,
betapa kau menyakitiku?
Kau tertawa,
tapi tawa itu bukan milikku.
Ajari aku
untuk tertawa seperti itu, kasih
Karena
setiap keping tawamu merobek hatiku.
Ya, tidak
perlu berbohong lagi. Anna menyadarinya. Di dalam hatinya, sekali lagi ia
menangis, apakah semua orang benar-benar meninggalkannya. Ia mendekap erat
bantalnya, mengusap wajahnya yang sudah basah, menutup pelan-pelan matanya yang
membengkak.
Aku melihat dua
orang bersama, sayang
Matamu
bersinar karena bahagia dan begitu pula dia
Kebisuanmu
telah mengatakan semuanya
Kau
mencintaiku, tapi kau jatuh cinta padanya
Dan Anna pun
kehilangan segala pegangannya. Ia limbung. Semuanya seakan menghindarinya.
Menjauhinya. Untuk sekali ini dalam hidupnya, dia merasa sangat kesepian...
***
Jadi
disinilah Anna sekarang. Kembali di tempat tidurnya. Sendirian. Ia mengusap kepalanya.
Pening. Tengkuknya basah karena keringat. Padahal tangannya sedingin es.
Dijulurkannya lidahnya. Mulutnya terasa asam. Mual. Ia berpikir, apa saja yang
sudah masuk perutku dari pagi ya? Diangkatnya tangannya. Gemetar. Dibukanya
telapaknya. Teh manis, roti dua gigit, obat... hmm...
Sudah, hanya
itu saja yang dapat diingatnya. Perutnya bergolak, protes tidak diberi supply.
Tanpa sadar ia meringkuk perlahan. Mau bagaimana lagi, pikirnya. Kalau ada
makanan yang bisa kupaksa masuk pun, akan keluar lagi karena mualnya. Malah
tambah pusing dan berkunang-kunang segala. Mau bangun dari tempat tidur, ia
takut. Kepalanya benar-benar harus ditaruh di suatu tempat kalau mau
pergi-pergi. Rasanya sudah penuh beban.
Jadi kamu
mau apa sekarang?
Mau mati.
Anna tersentak
sesaat menyadari pikirannya sendiri. Stupid, idiot. Sebegitu gampangnya kamu
dibodohi kehidupan? Ia menarik nafas panjang. Pikirkan sesuatu yang bahagia,
ulangnya dalam hati.
Haha. Lucu.
Pikirkan apa?
Anna
terdiam. Tidak, pikirnya. Semua ini harus berakhir suatu saat. Entah akan lebih
baik atau lebih buruk jadinya, yang penting ia harus berusaha. Sungguh? Masih
sanggupkah ia?
Api kecil
itu seakan menjerit lirih
Tolong,
tolong lindungi aku dengan kedua belah tanganmu
Angin
kencang menghembusku dari segala arah
Memukuliku
dengan kepakan-kepakannya
Aku masih
ingin bertahan, kata api kecil itu
Tapi suara
yang lebih kecil lagi di hatinya terdengar bertanya
Masih maukah
kau bertahan, api
Dan sampai
kapan kau akan bertahan
Karena
badainya belum akan berakhir
Dan akan
selalu ada
***
Semua orang
pasti punya hari-hari terberat, tergelap, tersulit dalam masa hidupnya. Orang
optimis akan berkata “hidup hanyalah bagaimana caramu menghadapinya!” sedangkan
yang pesimis akan berbisik “buatlah pilihan yang tepat, karena akan
mempengaruhi seluruh hidupmu.”
Termasuk
yang manakah Anna? Dia memulai sebagai orang yang polos, riang menghadapi
segala rintangan. Di balik setiap kesulitan ada senyum dan kebahagiaan. Tapi
cobaan yang ini, merenggut segala pegangan hidupnya. Dan Anna berubah menjadi
orang yang sama sekali lain.
Yaitu mereka
yang lahir optimis, ingin menikmati hidup tapi menemukan bahwa dunia bukanlah
tempat yang mereka impikan. Dan mereka tidak dapat merubah kenyataan. Sebagian
berubah menjadi pesimistis yang menggerutu, survive dan menjalani hidup yang
kosong. Sedangkan sebagian lagi tidak selamat. Hilang dalam keindahan jiwa.
Jatuh bagai bunga di musim gugur. terbawa angin entah kemana. Terinjak dan
terlupakan.
***
#BumiKeLangit