January 27, 2012

Aw(e)akening

+
Chapter 2

.........
semua karena cinta
ku menangis
semua karena cinta
ku tertawa
semua karena cinta
semua karena cinta

yang kau tinggalkan hanyalah luka

dan semua menghilang
........

Suara lembut Ratna Ayu mengalun pelan di telinga kanan dan telinga kiriku, mengisi setiap ruang yang kusesaki dengan earphone handphoneku. Aku menoleh ke samping kananku, melongok keluar, melihat sketsa yang hampir setiap dua minggu sekali aku memandanginya. Pohon-pohon, bentangan sawah, dan jejeran rumah seakan berjalan, dan meninggalkanku semakin jauh. Yah, aku harus pergi lagi dari tempat kelahiranku untuk kesekian kalinya dalam sebulan ini.  

Pikiranku sedang kacau, entah mungkin ada baut yang lepas atau kabel yang salah sambung. Aku bukan sedang sakau atau butuh pelarian. Aku seperti kehilangan pijakan, dan aku seperti tak punya pegangan. Bukan karena lantunan lagu tadi yang membuatku mendadak mellow, tapi ada hal lain. And this is not me.
Aku mengira dua ribu dua belas akan jauh berbeda. Tetapi memang berbeda, berbeda jauh dari apa yang aku harapkan. Aku masih saja bingung. Sama seperti laju bus ini yang membawaku semakin jauh meninggalkan kota kelahiranku, aku pun semakin jauh dari apa yang seharusnya aku lakukan. Semuanya semu. Semuanya menjadi biru.

Kau tahu kawan, dua hari lalu aku masih berada di peraduanku. Dan sekarang, aku sedang duduk termangu memandang keluar menembus kaca bus ini, yang membatasi aku dan apa yang aku lihat. Aku bukan kabur, aku bukan lari. Aku hanya... butuh tempat untuk sendiri. Untuk menenangkan diri. Walaupun sesampainya disana aku tak melakukan apa yang sudah kurencanakan. Setidaknya aku merasa lebih nyaman disini, aku bisa sejenak menjadi 'diriku' yang lain.

Kau itu pengecut atau ....... apa?

Pertanyaan retoris yang sering kuajukan pada diriku sendiri. Entahlah... pun aku tahu jalan ceritanya, keenggananku terlalu besar untuk menuliskannya disini. Kau itu terlalu ambigu untuk kutulis disini. Lagipula, kau siapa? Aku siapa? Kita siapa?

Kau tahu, ini bukan tentang aku dan dirimu. Ataupun tentang dirimu dan dengannya. Apakah aku peduli? Tidak sama sekali, aku hanya... prihatin. Aku tersadar, ini bukan pertentangan tentang siapa aku, siapa dirimu. Ini tentang aku dan diriku. Kamu? Aku tak seyakin kemarin.

"Lalu kau tempatkan dimana diriku?" tanyamu penuh iba. Berharap ada sedikit celah untuk merasuki pikiranku (lagi).

"Beradalah dimana seharusnya berada. Dan kamu tahu, kamu seharusnya tidak disini. Seharusnya, sejak dulu kamu tak perlu berhenti disini."

Dia menunduk, bulir air mata perlahan meluncur melewati pipinya dan jatuh bebas. Dia berbalik, dan melangkahkan kakinya tanpa seuntai kata yang terucap. Mungkin ada sebaris alasan yang ingin ia ungkapkan (lagi), tapi apa peduliku? Apa pedulinya? Apakah aku terlalu kejam? Terlalu naif dengan diriku sendiri?

Kau tahu langit, untuk menyembuhkan sebuah luka ini, aku "butuh" luka baru menutupnya. Itu kata temanku ketika aku memintanya untuk setidaknya menyembuhkan lukaku. Dia menolak. Dan aku tersenyum mendengarkan jawabannya. Aku tidak dapat memaksanya, bahkan hingga saat ini. Sama seperti ia yang tidak memaksaku untuk meminta lebih. Aku menghargainya. Aku membutuhkannya, membutuhkan keberadaannya. 

Aku dikemana?

Kuhempaskan tubuhku, menatap langit-langit kosong di kamar kosku. Aku begitu lelah, jiwaku begitu lelah. Kau berpikir aku menyerah? Aku kalah? Tidak kawan. Kau tidak tahu posisiku seperti apa. Aku bahkan tak tahu posisiku dimana sekarang. Jika diandaikan diantara bumi dan langit, aku sendiri tak yakin akan hal itu.

"Ternyata sakit itu bisa terasa manis ya..."

"Yang seperti apa?"

"Yang sekarang aku rasakan."

"Lalu?"

"Apa kau pikir balas dendam akan membuat ini menjadi lebih 'manis'?"

"Tergantung seberapa banyak pemanis yang kau campurkan."

"Hahaha. Harus seberapa banyak?"

"Sebanyak apapun itu, apakah akan membuatmu puas? Apakah itu akan membuatmu berhenti menjadi orang bodoh?"

"Aku... tidak tahu."

"Dewasalah. Hal seperti itu hanya akan membuatmu terlihat semakin bodoh."

"Aku memang bodoh. Dulu, saat ini, dan ..... "

"Cukup. Belajar dari kebodohanmu."

"Bagaimana caranya?"

"Jadilah pintar."

Dia menghilang lagi. Dan aku hanya bisa terpaku dengan kebodohanku yang masih melekat. Bodoh!


Lelaplah sejenak bersama mimpiku.


Aku masih belum bisa terlelap. Atau memang tak bisa? Entahlah, aku belakangan ini bermasalah dengan tidurku. Ku buka folder musik di laptopku, mencari lagu pengantar tidur untuk mengistirahatkan jiwa yang lelah ini. Ketika pandanganku tertuju sebuah lagu, lagu yang mengingatkanku pada sebuah kenangan tentang... masa laluku.


.......
kau
tinggalkan mimpiku

dan itu hanya sesalkan diriku


ku harus lepaskanmu

melupakan senyummu

semua tentangmu,
tentangku,

hanya harap


jauh,

ku jauh,

mimpiku

dengan inginku
.......


Kenangan yang indah, dan bisa membuatku tersenyum.... sejenak. 



#BumiKeLangit
#TheSeries #2