September 09, 2013

Sunday Morning in Parangtritis

+ No comment yet
Tulisan berikut adalah kategori baru dalam blog saya. Bike Journal berisi catatan perjalanan saya bersama sepeda saya. Tulisan ini adalah tulisan kedua dari seri Pakem-Parangtritis-Depok. Sebelumnya, saya sudah menulis perjalanan pertama saya ke Pakem, silahkan lihat Suatu Sore di Pakem. Indeks artikel sila buka Archive di footer halaman ini.
...
Minggu pagi, saya bangun pagi. Sesuai janji Sabtu sebelumnya, kami hari ini akan gowes ke Parangtritis. Iya, Pantai Parangtritis. Iya, dua puluh kilometer. Dan iya, cuma kami berdua.
Pukul setengah enam pagi lebih sekian menit, saya keluar dari kos saya dengan ‘peralatan perang’ lengkap. Thrill Agent dengan ban setengah kempes, gloves adidas sepuluhribuan, jersey kebesaran MU away 12/13, celana jeans panjang, sepatu sneaker, botol x-zone berkapasitas 700 mili, dock handphone VCC, dan tentu saja celana dalam.
Teman saya sudah menunggu dengan manis di depan MM UGM. Kebetulan teman saya tidak memakai gloves maka saya relakan gloves Ind*m*r*t saya untuk dia pakai, plus saya juga tidak terlalu menyukai gloves tersebut karena terlalu gampang mbrudul.
Kami menyusuri Jalan Rahayu Samirono ke selatan lalu ........... (saya lupa detil jalannya) hingga akhirnya sampai Jalan Parangtritis. Melewati Ring Road Selatan, kami mengayuh santai ditemani hangatnya sang mentari pagi. Kontur jalan yang landai membuat saya harus banyak mengayuh dan mengatur nafas agar tidak kehabisan tenaga. Maklum, saya harus bisa mengimbangi teman sekaligus mentor saya agar tidak keok di tengah jalan.
Setelah melewati Pasar Seni Gabusan, kami mulai banyak menjumpai rombongan gowes lain yang searah dengan kami. Sempat juga kami bertemu couple lain seperti kami. Bedanya kami berjenis kelamin sejenis sama, mereka berlawanan jenis. Dan mereka menggunakan helm. Iya, miris.
Tak mau dianggap sebagai orang ketiga, dan keempat, kami lanjut saja dengan sedikit sprint dan lalu bertemu rombongan besar yang terdiri dari bapak-bapak. Kebanyakan mereka menggunakan roadbike atau MTB dengan ban road diameter kecil (ya iyalah!). Dan kami pede saja memakai ban offroad dengan diameter 1.95 dan 2.10 ( ß hahaha, anda boleh ketawa juga). Kami membututi mereka sebentar sembari mengistirahatkan kaki, sebelum kami putuskan untuk ngebut lagi. Beberapa ratus meter kemudian, kami lagi-lagi bertemu rombongan pegowes lain. Bedanya, kali ini kebanyakan remaja-remaji cewek dan cowok. Dan kami bablas saja.
Melewati Jembatan ........... (saya ngga tahu namanya juga) pintu masuk menuju Pantai Parangtritis sudah terlihat. Saya jadi was-was apabila nanti kami akan dikenai tiket masuk. Dan, seperti biasa, teman saya nyelonong masuk begitu saja, meskipun di sebelah kami ada mobil yang sedang berhenti untuk membayar tiket masuk. Smirk.
Beberapa ratus meter kemudian, kami berhenti sebentar di sebuah warung. Persediaan air kami mulai habis, apalagi teman saya yang memakai botol kecil sudah habis sedari tadi. Lanjut, mulailah trek agak naik turun walau hanya sebentar.
Kami masuk melalui salah satu pintu masuk (you don’t say!). Dan pantai penuh dengan lautan air dan lautan manusia sudah di depan mata. Saya melihat jam di handphone saya. Tujuh lebih seperempat. Well, sejam setengah lebih perjalanan. Lumayan, dibandingkan ketika saya ke PAP Krakal yang hanya berjarak 10 kilometer dan memakan hampir satu jam pejalanan.

DSC00169
The Black, Iris
DSC00172.JPG (800×600)
The Red, Donna
Narsis sebentar, saya potret sepeda saya dengan latar belakang golongan ombak (kapan lagi!). Bike, beach, and b*******! Lalu, kami lanjutkan dengan bermain ..... pasir. Maksud saya bersepeda di atas pasir. Dan, mungkin itu terakhir kalinya saya bersepeda di atas pasir, apapun jenis pasirnya itu, karena apa? Karena menguras energi sangat banyak, lebih melelahkan dibandingkan naik tanjakan ke Candi Ijo sekalipun. Bagi saya, lho. Oh ya, kami jadi pusat perhatian lho. Mungkin mereka berpikir “Niat amat mas nyepeda ke pantai? Ngga gila kan mas?” (buahahah).

DSC00171
O-llo, good morning!
(Karena foto siluet saya kurang bagus, maka ini, pelototin siluet temen saya saja)
Kami mencuci sepeda kami di sebuah aliran air dari pasir jahanam yang membuat rupa sepeda kami seperti sepeda gurun. Walaupun sebenarnya percuma, karena nantinya akan kotor lagi. Teman saya (lagi-lagi) mengeluarkan ide gilanya lagi. Mumpung sudah di Parangtritis, kenapa tidak sekalian ke Pantai Depok? Sempat eyel-eyelan mengenai masih tidaknya Jogja Air Show, akhirnya saya yang menang karena terbukti Jogja Air Show masih ada. Lucky.
Sepanjang jalan mulus antara Parangtritis, Parangkusumo, hingga Pantai Depok, kiri jalan dihiasi dengan semak belukar dan birunya air laut, sementara kanan jalan dihiasi dengan gumuk pasir yang indah. Monggo Anda yang mau foto pre-wedding bisa di sini. Tapi bukan saya lho tukang fotonya.
Kerumunan di sekitar lokasi Jogja Air Show menandakan Pantai Depok sudah semakin dekat. Dan semakin dekatlah saya pada sebuah kenyataan yang mengejutkan, sekaligus mengecutkan.

Bersambung...

#bumikelangit

Post a Comment